Sunday, October 25, 2009
H2C: Harap-harap Cemas
Manusia sering dilanda kecemasan atau kekuatiran. Mahasiswa kuatir dengan hasil ujian. Ada yang kuatir, takut kekurangan uang. Ada yang kuatir karena belum menemukan pasangan hidup. Manusia memiliki banyak keinginan dan ketika keinginannya tidak tercapai atau ketika dia melihat banyak tantangan, ancaman, dan gangguan, dia merasa kuatir.
Yesus berkata bahwa kita tidak perlu kuatir.
(Matius 6:25-34 atau Lukas 12:22-31)
Di antara kekuatiran manusia, selalu ada harapan. Kita harus tetap rendah hati dan selalu terbuka untuk setiap rahmat yang Tuhan berikan. Kalau kita mempersembahkan segenap kecemasan dan keputusasaan kita kepada Tuhan, di sanalah kita dapat melihat harapan.
Paulus menulis bahwa kita harus berpegang teguh dalam pengharapan.
(Ibrani 6:9-20)
Dalam kehidupan sehari-hari, harapan dan kecemasan selalu bagai dua sisi koin. Tuhan memberikan keduanya supaya manusia belajar sesuatu. Oleh karena itu, beberapa bacaan ini dapat direnungkan.
Bacaan di rumah
Matius 14:22-23 atau Yohanes 6:16-21.
Dealing with Priority
oleh: Felix Pasila
Apakah anda sedang letih dengan banyak hal yang anda kerjakan?
Apakah anda sedang mengerjakan sesuatu yang benar-benar penting saat ini?
Mari belajar bersama Hukum Prioritas
Dalam dunia bisnis dan leadership dikenal Pareto Principle, 80-20 rule:
Habiskan 80% waktu anda untuk mengembangkan 2 dari 10 karyawan terbaik anda, maka anda sedang mencapai keuntungan 80%
Siapa/apa yang penting bagi anda saat ini? Pada saat yang bersamaan, mana yang harus anda dahulukan?
- Pekerjaan/study?
- Keluarga?
- Teman/pacar?
- Pelayanan?
- Mengenal Allah?
- Masa depan?
- Pengembangan diri?
Prinsip Keseimbangan
Matius 4:4 Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."
1 Timotius 3:5 Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?
Siapa yang Allah ingin anda utamakan?
Yesaya 30:15-16: _______________
Setelah itu Allah ingin anda memprioritaskan ? _______________
Tantangan Prioritas
Memilih mana yang harus diutamakan dan mana yang bisa dikerjakan bertahap/ditunda.
Prioritas mengenal dan menikmati hubungan dengan Allah?
1. .......................................
2. .......................................
Prioritas anda dalam mengembangkan diri, berorganisasi, pelayanan, hobby?
1. .......................................
2. .......................................
Prioritas anda dalam dalam pekerjaan/study?
1. .......................................
2. .......................................
Prioritas anda terhadap keluarga?
1. .......................................
2. .......................................
Prioritas anda dalam hal keuangan/investasi?
1. .......................................
2. .......................................
***
Tulisan ini diambil dari blog lama Perki Bremen.
Bijakkah Lidah Kita?
Auch mich.
("Soziale Manieren für eine bessere Gesellschaft", kampanye Caritas)
http://www.soziale-manieren.de
http://www.caritas.de
Tulisan berikut dari PA Perki Bremen yang dipimpin Yadi Rayendra mengenai kata-kata yang keluar dari mulut. Ada pepatah yang mengatakan bahwa lidah lebih tajam daripada pedang.
***
Renungan Ibadah Perki (15 Oktober 2006)
Oleh: Yadi Rayendra
Mengapa lidah, mulut atau bibir kita menjadi topik yang begitu penting untuk dibicarakan atau didiskusikan? Topik tentang menjaga lidah bukan merupakan hal yang baru. Tetapi mengapa begitu penting untuk terus diingatkan tentang bagaimana kita menjaganya dengan bijak? Fakta memperlihatkan bahwa orang yang suka berbicara diperkirakan melontarkan 30.000 kata setiap hari! Artinya, kita menghabiskan banyak waktu dalam hidup kita hanya untuk bicara. Pertanyaannya adalah, bagaimana perkataan kita, entah banyak maupun sedikit, mempengaruhi sesama kita?
Selanjutnya, kita diajak untuk menyadari bagaimana kekuatan lidah kita, baik yang bersifat positif maupun negatif mempengaruhi kehidupan kita ataupun sesama kita. Tuhan Yesus mengungkapkan dalam Matius 15:18-20: "Apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, kesaksian palsu dan hujat. Hal-hal inilah yang menajiskan orang". Disini dengan tegas Yesus mengatakan bagaimana besarnya pengaruh atau kuasa dari kata-kata yang keluar dari mulut kita. Ternyata, disadari atau tidak lidah yang sama dari satu mulut yang sama bisa berfungsi untuk mendatangkan berkat atau kutuk bagi diri kita atau sesama kita.
Raja Salomo dalam Amsal 10:19 menulis, "Siapa yang menahan bibirnya, berakal budi". Namun, di lain pihak Yakobus berkata, "Tidak seorang pun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan". Disini Rasul Yakobus menegaskan bahwa tidak mudah bagi kita untuk mengendalikan lidah kita dengan kekuatan kita sendiri. Lidah disini digambarkan sebagai sesuatu ang buas, penuh racun yang mematikan. Lebih jauh, Yakobuspun mengatakan bahwa dengan lidah kita memuji Allah yang menciptakan kita, dengan lidah pula kita mengutuk manusia yang diciptakan-Nya. Masalah dengan lidah ini jelas-jelas oleh Yakobus ditujukan kepada orang percaya.
Tidak adanya penguasaan lidah bisa digambarkann sebagai suatu penyakit. Seringkali diagnosa suatu penyakit dapat dilakukan hanya dengan melihat bagian dalam mulut seseorang. Beberapa penyakit dapat diketahui dengan memeriksa keadaan lidah. Hal serupa juga dapat dilakukan untuk memeriksa kesehatan rohani seseorang. Tutur kata yang diucapkan seseorang akan mencerminkan apa yang ada dalam diri orang itu. Yesus dalam Matius 12:34 berkata, "Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati".
Penulis kitab Amsal, dalam Amsal 13:3 berkata, “Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan” dan dalam Amsal 18:6 berkata “Bibir orang bebal menimbulkan perbantahan, dan mulutnya berseru meminta pukulan”. Betapa banyak kesulitan yang dapat dicegah jika kita mau belajar mengendalikan lidah kita! Betapa banyak sakit hati yang kita sebabkan bagi orang lain dapat dicegah jika kita mau menjaga perkataan kita!
Bagaimana kita mengendalikan lidah kita agar perkataan kita bisa menjadi berkat dan bukan menjadi batu sandungan bagi orang lain? Salomo menulis dalam Amsal 12:18: "Lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan“. Kata kunci dari ayat tersebut bukanlah lidah melainkan bijak. Lidah tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, karena lidah hanya berfungsi bila kendali pemiliknya diaktifkan. Untuk dapat menjadi bijak mengontrol dan menggunakan lidah kita, tentu kita perlu dokter yaitu Allah kita, Yesus Kristus. Rasul Paulus dalam Roma 6:13 berkata bahwa kita perlu memilih untuk menyerahkan anggota-anggota tubuh kita "kepada Allah untuk menjadi senjata senjata kebenaran," bukan "kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman." Jadi kata kuncinya adalah, kita dengan sadar memilih untuk menyerahkan lidah kita pada tabib Agung, yaitu Allah kita untuk dapat disembuhkan dan digunakan sebagai senjata kebenaran dan bukan sebagai senjata kelaliman. Jadi, bila kita ingin bijak, kita datang kepada dokter sumber kebijakan itu, yaitu Tuhan Yesus Kristus sendiri.
Berikut ini ada beberapa penerapan praktis yang dibagikan oleh Richard De Haan.
1. Menyerahkan anggota tubuh kita kepada Tuhan, termasuk lidah kita. Sebagai ayat yang bisa menolong kita, kita bisa lihat di Roma 12:1. Di sana Rasul Paulus mendorong kita untuk menyerahkan anggota tubuh kita, sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, agar dipakai sebagai alat yang membawa berkat. Dengan menyerahkan tubuh kita, termasuk lidah kita, kita sedang dengan rendah hati membiarkan Tuhan memakai tubuh kita sebagai sesuatu yang menyenangkan dan ibadah bagi Dia.
2. Memohon pertolongan dari Tuhan setiap saat. Dalam hal ini, kita bisa mengikuti teladan raja Daud. Dalam Mazmur 141:3, Daud meminta/memohon pertolongan Allah untuk "mengawasi" mulutnya dan "berjaga pada pintu" bibirnya. Kita semua tahu bahwa Daud adalah seorang raja yang bijak, yang mengasihi Allah, yang hidupnya selalu berpadanan pada kehendak Allah. Tetapi, dia tetap rendah hati untuk meminta dan senantiasa melibatkan pertolongan Tuhan dalam menjaga bibir dan lidahnya, karena dia sadar dengan kekuatannya sendiri, dia tak sanggup menjaga lidahnya. Dia pun sadar bahwa lidahnya bisa menjadi berkat, bila Allah bersemayam dan berjaga di pintu bibirnya. Hal ini bisa mendorong kita, yang sedang terus belajar bertumbuh di dalam Allah untuk mengikuti teladan Daud, untuk dengan rendah hati senantiasa meminta pertolongan Tuhan untuk mengawasi mulut dan berjaga pada pintu bibir kita.
3. Berpikirlah sebelum kita membuka mulut dan belajarlah untuk sedikit berbicara. Sebelum kita melontarkan rentetan kata-kata yang bisa menjadi batu sandungan, ada baiknya kita diam sejenak dan mempertimbangkan kata-kata kita di dalam hati. Sebagai penerapan praktis, kita bisa menaruh ayat-ayat Firman Tuhan di dalam hati dan mulut kita yang bisa meneguhkan atau mengingatkan kita tentang bagaimana menggunakan lidah. Dengan mengingat ayat-ayat dari Firman Tuhan, kita berarti sedang mengisi diri kita sehingga kita bisa lepas dari ancaman si iblis.
Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tutur kata kita banyak berbicara tentang jati diri kita. Aksen kita menunjukkan negara atau daerah asal kita. Kata-kata kita mengungkapkan tingkat pendidikan atau budi bahasa kita. Topik diskusi kita menunjukkan minat utama kita dalam kehidupan, karena biasanya kita membicarakan hal-hal yang paling kita sukai. Dan, percakapan kita mengungkapkan tujuan kekal kita, karena orang-orang yang akan ke surga berbicara dengan "bahasa kemuliaan." Sebaliknya, orang-orang yang akan ke neraka berbicara dengan "bahasa kesesatan." Setelah ini, pilihan sepenuhnya ada di tangan kita. Bagaimana dan kemana akan kita bawa tujuan hidup kita, tergantung pada pilihan kita untuk mengendalikan diri kita, termasuk lidah kita. Tetapi satu yang bisa kita pegang, Tuhan Yesus selalu ada di sana dan mampu menolong kita untuk bisa menjaga lidah kita dengan bijak.
***
dikomentari oleh iscab.
Manajemen Waktu
Setiap orang diberi anugerah Tuhan berupa waktu. Lalu manusia mengolah waktu tersebut menjadi 24 jam sehari, 7 hari seminggu, kira-kira 30 hari sebulan, dan 365 hari setahun. Pada setiap waktu, manusia memberi makna. Ada keinginan manusia mencapai sesuatu yang dianggap penting dalam hidupnya.
- Lulus kuliah
- Jadwal ujian
- Belajar
- Tenggat waktu pekerjaan
- Janji dengan teman
- Jalan-jalan
- Urusan jodoh
- Kegiatan organisasi
- Menambah "hot skill"
- Berdoa
- dll
Manusia memiliki tujuan, keinginan, dll yang memberikan makna bagi hidupnya. Untuk mencapainya butuh proses yang terdiri dari banyak tahapan. Setiap tahap tentu saja butuh waktu. Karena manusia memiliki keinginan sangat banyak, dia mulai sulit membagi waktunya. Semakin banyak peranan manusia, semakin banyak keinginannya dalam setiap perannya, yang tentu saja semakin banyak waktu yang diberikannya. Akhirnya dia merasa selalu kekurangan waktu. Inilah pentingnya manusia memiliki Manajemen Waktu.
Manusia sering merasa khawatir bahwa waktu tidak pernah cukup untuknya. Dada sesak, kepala nyut-nyutan, dll. Takut kehabisan waktu atau buang-buang waktu. Padahal semuanya hanya masalah mengatur hal-hal berdasarkan penting-tidaknya dan mendesak-tidaknya.
***
Penting vs. tidak penting
Mendesak vs tidak mendesak
Important vs Unimportant
Urgent vs not urgent
Wichtig vs unwichtig
Dringend vs nichtdringend
***
Firman Tuhan menekankan bahwa manusia tidak perlu takut atau khawatir (Lukas 12:25-36). Supaya waktu dapat digunakan secara optimal, kita bisa merenungkan Pengkhotbah 3:1-5. Menggunakan waktu secara bijaksana dapat menghindarkan kita dari hal-hal tak terduga yang bisa membuang waktu kita, seperti
- jatus sakit
- tugas mendadak
- dll
Kita harus waspada terhadap masa depan. Kita bisa merenungkan Matius 25:1-13.
***
Mengembangkan sikap sebagai murid Kristus di pekerjaan dan study
Kolose 3:23
Pekerjaan apa saja yang diberikan kepadamu, hendaklah kalian
mengerjakannya dengan sepenuh hati, seolah-olah Tuhanlah yang kalian layani, dan bukan hanya manusia. (Alkitab BIS)
1. Adakan selalu perenungan sebelum memulai segala sesuatu: bagaimana sikap kebergantungan kepada Tuhan Yesus ditunjukkan.
2. Apakah ada yang salah dan tidak sesuai dengan hati nurani dengan
langkah-langkah yang selama ini diambil. Kalau ada, segera buat langkah perubahan.
3. Selalu membuat daftar kegiatan penting yang harus dikerjakan, pilih mana yang harus diutamakan dan segera dilakukan dan mana yang bisa dikerjakan secara bertahap atau ditunda.
4. Kejarlah selalu keunggulan dalam segala sesuatu yang dikerjakan dan kembangkan kecerdikan dalam menyelesaikan segala sesuatu.
5. Dalam hal keuangan bersikaplah selalu hemat, teliti dalam penggunaan atau pengeluarannya, lebih baik menunda pengeluaran untuk menguji tingkat kepentingannya.
6. Selalu bersikap bahwa semua uang yang dipercayakan adalah uang Tuhan, untuk dipergunakan dengan penuh tanggung jawab.
7. Bukan rapinya laporan keuangan yang diutamakan, tetapi ketepatan penggunaan uang.
8. Memilih jalan penderitaan demi keberhasilan jangka panjang, daripada sikap memilih jalan mudah untuk keberhasilan jangka pendek yang temporer.
9. Selalu bersikap menguasai diri dalam hal : makan, mencari hiburan, waktu istirahat, ngobrol tanpa arah.
10. Selalu bersikap melayani dan memberi yang terbaik kepada yang dilayani(baca Suami/Istri, anak, teman sekerja, Bos).
11. Selalu bersikap ramah, sukacita, penuh semangat.
12. Selalu ambil inisiatip untuk mencari solusi bagi permasalahan yang
dihadapi oleh orang yang dilayani.
13. Selalu mengembangkan diri dengan banyak membaca buku, belajar dari orang lain yang lebih tahu dan trampil, bertanya sebanyak mungkin mencari permasalahan dan hal-hal yang bisa dikembangkan di masyarakat.
14. Menikmati waktu rekreasi dan libur secara total pada saat yang direncanakan.
15. Akhiri setiap hari dengan doa pemeriksaan diri di hadapan Tuhan Yesus, mohon penyucianNya, menyerahkan diri (dan keluarga) dan bersyukur atas setiap anugerahNya.
***
dari blog lama Perki Bremen
Tuesday, October 13, 2009
Bertumbuh dan diubahkan Lewat Persoalan (Roma 8:28, Mazmur 34 : 18, 2 Kor 1 :9)
***